Wajah Halsel dan Gerakan Mendukung Rusihan-Muhtar Jelang Pilkada
GarudaNusantaraSatu.Web.Id-Halsel
Selama perjalanan menyambangi warga dari desa – desa untuk melaksanakan kampanye baik itu terbuka maupun terbatas yang dilakukan oleh pasangan Rusihan-Muhtar selalu mendapat sambutan yang meriah seperti tari-tarian adat yaitu lalayon, silat, togal, cakalele dan lainnya untuk mengiringi kehadiran kami serta sontak teriakan warga; “Hidup nomor dua, Rusihan-Muhtar Menang”.
Hal ini di ungkapkan oleh Sefnat Tagaku selaku juru bicara (jubir) Tim pemenangan Rusihan-Muhtar.
Sefnat mengatakan teriakan menyambut perubahan Halmahera Selatan terus dikumandangkan. Tentu bukan tanpa alasan. Namun ini tanda kebosanan rakyat pada kondisi daerah.
“Rakyat butuh perubahan dengan gaya dan model kepemimpinan dari sebelumnya. Jika diamati dengan baik, ada banyak faktor yang mendorong mengapa begitu kencangnya riak-riak gerakan rakyat yang menginginkan perubahan itu,” ucapnya.
Pendidikan dan Kesehatan
Ia menjelaskan pendidikan yang diyakini sebagai jendela kehidupan, itu tidak lagi dinikmati secara maksimal oleh rakyat kecil. Banyak peristiwa putus sekolah, pun berhenti kuliah. Ini semata-mata bukan ketidakadaan kemampuan anak dalam menempuh pendidikan, namun keterbatasan ekonomi yang melatarbelakanginya. Padahal, negara melalui regulasi menjamin seluruh rakyat untuk menikmatinya. Faktanya, berbeda.
“Tak hanya persoalan putus sekolah dan berhenti kuliah saja yang ditemukan saat mengunjungi banyak desa di Halmahera Selatan. Namun juga soal fasilitas yang tidak mendukung dan kurangnya ketersediaan guru untuk mengajar. Hal ini sangat mempengaruhi perkembangan dunia pendidikan. Alhasil, mutu dan kualitas pendidikan kita berbeda jauh dengan masyarakat di daerah-daerah lain,” aku Sefnat.
Terang dia selain pendidikan yang dikeluhkan warga Halmahera Selatan, ada persoalan dibidang kesehatan yang selama ini tidak dituntaskan oleh pemerintah daerah. Semisalnya; ada kronologis ibu melahirkan ditengah jalan, masyarakat meninggal dunia tanpa pertolongan medis akibat akses fasilitas kesehatan yang begitu sulit dijangkau.
” Ini karena tidak adanya perhatian khusus pemerintah dalam memperhatikan fasilitas dan kebutuhan kesehatan di tingkat desa,” ungkapnya.
Minimnya Infrastruktur Jalan dan Jembatan, Ekonomi Rakyat?
Lanjut Sefnat, jalan dan jembatan merupakan suatu kebutuhan masyarakat, dimana dapat menghubungkan arus transportasi dari satu desa ke desa yang lain. Ketersediaan infrastruktur jalan dan jembatan sangat dibutuhkan oleh masyarakat kelas ekonomi kecil karena dapat menjadi penunjang pertumbuhan ekonomi rakyat, sehingga mestinya pemerintah perlu memprioritaskannya dalam berbagai program dan kebijakan.
” Sayangnya, hingga di usia Halmahera Selatan yang sudah memasuki 21 Tahun ini, rakyatnya masih hidup ditengah minimnya fasilitas infrastruktur jalan dan jembatan. Kehidupan rakyat Halsel bagai anak ayam yang kehilangan induknya. Hasil pertanian, perikanan dan perkebunan menjadi tidak bernilai oleh karena sulitnya akses transportasi menuju daerah yang dilengkapi dengan fasilitas perpasaran,” bebernya.
Listrik dan Air Bersih
Tambah dia, sitengah teknologi informasi dan komunikasi yang semakin berkembang pesat, ada ribuan rakyat Halmahera Selatan yang justru hidup ditengah kegelapan karena ketidakadaan arus listrik. Keluhan dengan nada haru datang dari mereka rakyat kecil, seolah penderitaan mereka menjadi takdir yang tidak ada habisnya.
“Banyak generasi negeri bumi Saruma yang harus belajar dibawah alat penerangan tradisional (lampu poci). Sungguh kehidupan rakyat Halsel bagai dimasa sebelum kemerdekaan Indonesia. Tangisan dan derita itu digantungkan setinggi-tingginya, berharap ada pemimpin yang datang dengan memiliki niat tulus dan ikhlas untuk merubah wajah daerah ini.,” katanya.
Disamping itu, air yang konon menjadi sumber kehidupan tidak dapat dikonsumsi dengan baik oleh masyarakat. Bahkan, ada masyarakat yang justru sulit mendapatkan tetesan air. Berharap dari turunnya air hujan. Pertanyaannya, bagaimana jika musim kemarau? Apa yang dirasakan oleh mereka?
” Atas realitas-realitas inilah kemudian melahirkan kesadaran mutlak, bahwa selama ini daerah kita masih sangat tertinggal. Berdiri diatas tanah yang kaya dengan Sumber Daya Alamnya (SDA), namun faktanya bumi Saruma belum merdeka dari berbagai aspek kehidupan sosial masyarakat.,” imbuhnya.
Kita sesungguhnya membutuhkan pemimpin yang mampu melihat, merasakan dan mengangkat penderitaan rakyat. Nampak antusias rakyat menyambut pasangan Rusihan-Muhtar, menyerahkan dan mempercayai masa depan daerah ini kepada kedua sosok familiar itu. Doa dari para imam dan pendeta terpanjat, semoga; 27 November merupakan momentum lahirnya pemimpin yang memiliki cinta terhadap rakyatnya.
Selamat menjemput momentum demokrasi, semoga makna “dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat” bukan sekedar slogan yang telah dipraktekkan oleh kepemimpinan selama ini, melainkan menjadi komitmen bersama dalam mendorong berbagai kemajuan daerah demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat,” tutup Sefnat.(rifaldi)